Pertanyaan:
Saya menginginkan solusi dari problematika saya. Saya seorang pemudi yang sudah berumur 24 tahun. Ada seorang pemuda yang sudah mengajukan lamaran kepada saya. Ia sudah menyelesaikan studinya di sebuah perguruan tinggi, dan dia berasal dari keluarga yang taat beragama. Orangtua saya sendiri sudah setuju dan meminta kepada saya untuk hadir dalam pertemuan tertentu untuk melihat pemuda tersebut.
Saya sudah melihatnya, dan saya pun tertarik pada pemuda itu. Dia juga tertarik kepada saya. Sebagaimana dimaklumi, termasuk di antara ajaran agama kita yang lurus bahwa sebelum menerima lamaran harus saling melihat terlebih dahulu. Namun, saat ibu saya mengetahui bahwa pemuda itu berasal dari keluarga yang taat beragama, dunia pun berputar di otaknya. Ia bersumpah bahwa pernikahan saya dengannya tidak akan pernah terjadi, dalam bentuk apa pun. Ayah saya sudah banyak berusaha untuk menyadarkan ibu saya, namun tidak ada gunanya sama sekali. Apakah saya sendiri memiliki hak dalam syariat untuk turut campur dalam persoalan ini?
Syekh bin Baz menjawab,
Kalau realitanya adalah sebagaimana yang Saudari ceritakan, sungguh si ibu tidak memiliki hak untuk menjadi penghalang dalam pernikahan tersebut. Bahkan, haram baginya untuk melakukan tindakan tersebut. Dalam kasus ini, Saudari tidak wajib menaati ibu Saudari, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya),
“Sesungguhnya ketaatan itu hanya dalam kebaikan.”
Sementara, menolak pelamar yang sepadan bukanlah kebaikan. Bahkan, diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا خَطَبَ إِلَيْكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِيْنَهُ وَ خُلُقَهُ فَزَوِّجُوْهُ إِلاَّ تَفْعَلُوْا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي اْلأَرْضِ وَ فَسَادٌ كَبِيْرٌ
“Kalau datang lelaki yang kalian sukai karena agamanya, untuk melamar putri kalian, maka nikahkanlah dia dengan putri kalian tersebut. Kalau kalian tidak menikahkan mereka, niscaya akan terjadi bencana dan kerusakan besar di muka bumi.”
Kalau memang persoalan itu perlu diangkat ke mahkamah, itu juga bukan masalah bagi Saudari.
Sumber: Fatawa Syekh Bin Baz Jilid 1, Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Pustaka at-Tibyan.
(Dengan beberapa pengubahan tata bahasa dan aksara oleh redaksi www.konsultasisyariah.com)
🔍 Penulisan Insha Allah Yang Benar, Apakah Jin Bisa Menyetubuhi Manusia, Kalimat Asmaul Husna, Syarat Imam, Istri Lebih Tua Dari Suami, Tasbih Tangan